Memimpikan Ekonomi Yang Sehat Seperti Era Pemerintah Umar bin Abdul Aziz


    Memimpikan  Ekonomi Yang Sehat Seperti Era Pemerintah Umar bin Abdul Aziz

  Jika kita berbicara jujur, maka kita dapat mengatakan bahwa seluruh manusia tentu memimpikan terwujudnya ekonomi yang sehat. Dengan ekonomi yang sehat manusia dapat menjalani aktivitas kehidupan secara “normal”.  Mereka dapat peroleh pekerjaan yang layak, penghasilan yang cukup, dapat bekerja sesuai dengan ijazah dan keterampilan, dapat mencukupi kebutuhan pokoknya (seperti: pangan, sandang, papan), dapat meyekolahkan anaknya, dapat beribadah dengan tentram, dapat berobat, dapat berkreasi, dapat memiliki perabotan rumah yang layak, dapat memiliki kendaraan yang nyaman bagi keluarganya, memiliki lingkungan yang aman, nyaman dan seterusnya.
Setidaknya itu adalah impian besar, yang menjadi masalah sekarang adalah bagai mana manusia dapat mewujudkan kembali perekonomian yang sehat? yang tidak hanya bagi segelintir orang saja, namun untuk semua orang (Triono, 2017).
Tidak sedikit  orang yang mengatakan bahwa semua harapan yang sudah kita baca diatas itu hanya sebuah harapan kosong  dan hanya sebuah mimpi saja. Tapi saya ingin menyampaikan pada kawan-kawan sekalin bahwa ekonomi yang sehat itu bukan hanya sekedar mimpi tapi memang bisa diwujudkan. Oleh karena itu, mari kita simak kembali bagai mana ekonomi yang sehat itu pernah terjadi ketika kekhalifahan “Umar Bin Abdull Aziz.
Salah satu riwayat mengatakan bahwa Umar Bin Adul Aziz memerintah hanya 29 bulan, dan memerintah wilayah seluas 15 km persegi, penduduknya kurang lebih 62 juta orang (1/3 penduduk dunia pada waktu itu), dan menghasilkan 0 mustahik / orang yang berhak menerimak zakat. dengan luas wilayah yang sangat besar, dan dengan jumlah rakyat yang sangat besar juga tapi luar biasanya khalifah Umar Bin Abdul Aziz  mampu memengatasi masalah kemiskinan (Mt, 2018).
Bahkan kisah hidupnya diceritakan oleh “Ibnu Abdil Hakam” dalam kitabnya syirah Umar bin Adul Aziz hal.59
Meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat pada masa itu berkata, “saya pernah diutus memungun zakat ke Afrika. Setelah memungut saya bermaksud memebrikan kepada orang yang miskin. Namun saya tidak menjumpai satu orang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan membeli budak lalu memerdekakanya.” (Al-Qaradhawi 1999).
Dan tidak hanya itu bahkan ubaid dalam kita Al-Amwal hal.256
Mengisahkan, khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, agar membayar gaji dan hak rutin diprovinsi itu. Dalm suarat balasa Abdul Hanit berkata, “saya sudah bayar gaji dan hak mereka tapi di baitul mal masih banyak terdapat uang.”  Khalifah Umar memerintahkan, “carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros berilah dia uang untuk melunasi hutangnya.” Lalu suarat itu dibalas oleh Abdul Hamid “ saya sudah membayarkan hutang mereka, tapi di baitul mal masih banyak uang.” Lalu khalifah memeritahkan lagi, “ kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu ingin menikah, nikahkan dia, dan bayarkan maharnya.” Abdul Hamid membalas surat dari Khalifah Umar dengan, “saya sudah menikahkan semua yang ingin menikah tapi di baitul mal masih banyak uang yang tersisa.” Akhirnya, Umar memberi pengarahan, “Carilah orang yang biasa membayar jiziah dan kharaj. Jika ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman agar mampu mengolah tanahnya kita tidak menuntut pengembalianya kecuali setelah dua tahuan atau lebih.” (Al-Qaradhawi,1995)

Apa kita sudah terbayang betapa makmurnya masyarakat ketika di pimpin oleh beliau, bukankah itu menujukan semua harpan den impian yang kita baca dia atas tadi tercukupi semuanya.
Lantas kebijakan apa yang dilakukan khalifah Umar bin Abdul Aziz pada masanya. Inilah 8 kebijakan ekonomi yang di lakukan oleh khalifah Umar.
  1. Meningkatkan upah kaum buruh
Khalifah umar meningkatkan upah kaum buruh bahkan setara denga setengah gaji para pejabat negara atau istana.
  1. Melarang gubernur/ para pemerintah untuk mengunakan uang umat untuk modal membuat usaha peribadi.
  2. Memutuskan negara yang menanggung hutang seseorang jika memang orang tersebut terbukti tidak mampu bayar hutang selama hutang bukan untuk bermaksiat.
  3. Menganjurkan kebebasan berusaha dan tidak mencampuri harga-harga.
  4. Melarang menjual tanah kharaj / tanah taklukan
  5. Meringankan pajak petani
  6. Dan memerintahkan penghematan
  7. Menetapkan gaji untuk balita yatim karena orangtuanya gugur dalam peperangan (Mt, 2018).
Dan itulah 8 kebijakan ekomomi yang di keluarkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mengantar pada ekonomi yang sehat dan kesejateraan pada pemerintahannya yang hanya 29 bulan waktu yang singkat untuk sebuah perubahan.
Dan yang menjadi pertanyaan saat ini adalah kapan sekali lagi ekonomi yang sehat itu ada di masa dan di era kita ini kita tidak peduli dari tangan pemimpin muslim manapun itu asalkan ia mampu bawah kita kepada kesejahteraan yang di mimpi-mimpikan, dan mampu memberikan misinya nyata dan bukan hanya janji semata.

References

Mt, T. (2018). Mengupas Kejayaan Ekonomi Islam era Umar bin Abdul Aziz.
Mt, T. (2018). Mengupas Kejayaan Ekonomi Islam era Umar bin Abdul Aziz.
Triono, D. C. (2017). EKONOMI PASAR SYARIAH . YOGYAKARTA.

Wawan STEI SEBI


        
Share:

Asy Saytibi


Siapa pemikir ekonomi islam asy-syaitibi, kiprah dan karya dalam ekonomi islam
Perkembangan ekonomi islam menjadi sesuatu yang tidak bisa di pisahkan dari perkembangan sejarah islam,namun ekonomi islam kurang mendapat perhatian yang baik,sebab masyarakat tidak mendapatkan informasi yang memadai
Asy-saytibi mrupakan seorang cendikiawan muslim yang berasal dari suku arab lakhmi.asy-saytibi adalah filosof hukum islam dari sepanyol yang bermazhab maliki, tempat dan tanggal lahirnya tidak di ketahui secara pasti, namun asy-saytibi sering di hubungkan dengan nama sebuah tempat di sepanyol bagian timur, yaitu sativa atau syatiba(arab), yang asumsinya asy-saytibi lahir atau paling tidak pernah tinggal di sana, asy-saytibi wafat pada hari selasa tanggal 8 sya’ban tahun 790H atau 1388M dan di makam kan di Gharnata
Salah satu pemikiran asy-saytibi adalah konsep maqashid syariah, menurut asy-saytibi “sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat”
Kemaslahatan di sini di artikan sebagai sesuatu yang menyangkut rezki manusia, pemenuhan kebutuhan hidup kehidupan dan prolehan apa-apa yang di tutut oleh kualitas emosional dan intlektualnya,. Syariah berurusan dengan cara yang positif atau potensial yang merusak mashlahih
Asy-saytibi menjelaskan ada lima bentuk maqashid syariah atau yang biasa di sebut kulliyat al-khamsah (lima prinsip hukum) kelima maqashid tersebut, yaitu: Hfdzu din (melindungi agama), hifdzu nafs(melindungi jiwa), hifdzu aql(melindungi pikiran), hifdu mal(melindungi harta), hifdzu nafs(melindungi keturunan)
Kelima maqashid tersebut di atas beringkat-tingkat sesuai dengan tingkat maslahat dan kepentingannya. Tingatan urgensi dan kepentingan tersebut ada tiga, yaitu:
  • Dharuriyat, yaitu kebutuhan yang harus di penuhi; yang jika tidak di penuhi akan membuat kehidupan menjadi rusak
  • Hajiyat, yaitu kebutuhan yang seyogyanya di penuhi; yang jika tidak di penuhi akan mengakibatkan kesulitan
  • Tahsiniat, kebutuhan pelengkap; yang jika tidak di penuhi akan membuat kehidupan menjadi kurang nyaman

Adapun pemikiran asy-saytibi di bidang ekonomi islam:
1.objek kepemilikan
Pada dasarnya asy-saytibi mengakui hak milik individu. Namun, iya menolak kepemilikan individu terhadap setiap sumber daya yang dapat menguasai hajat hidup orang banyak. Asy-saytibi menegaskan bahwa air bukan lah objek kepemilikan siapapun. Dalam hal ini, asy-saytibi membagi dua macam air, yaitu:
  • Air yang tidak dapat di jadikan sebagai objek kepemilikan, namun dijadikan sebagai kepemilikan umum seperti sungai.
  • Air yang bisa di jadikan objek kepemilikan secara peribadi seperti air yang di beli atau termasuk bagian dari sebidang tanah milik individu
2.pajak
Menurut asy-saytibi,pemungutan pajak harus di lihat dari sudut pandang maslahah yakni kepentingan umum, asy-saytibi menyatakan bahwa pemeliharaaan kepentingan umum secara esensial adalah tanggung jawab masyarakat bersama bukan hanaya pemerintah. Oleh karna itu, pemerintah dapat mengenakan pajak-pajak baru terhadap rakyatnya sekalipun pajak tersebut belum pernah di kenal dalam sejarah islam asalkan tujuan penggunaan pajak tersebut sudah pasti di gunakan untuk kepentingan umum
Adapun beberapa karya asy-saytibi:
  • Syarah jalil ‘ala al-khulasa fi al-nahw
  • Unwan al-ittifaq fi’ilm al-isytiqaq
  • Kitab ushul al-nahw
  • Al-ifadat wa al-irsyadat insya’at
  • Kitab al-majlis
  • Kitab al-‘I’tisam
  • Al-muwafaqat
  • Fatwa
Demikian sekilas tentang tokoh pemikir islam asy-saytibi semoga kita semakin mengetahui serjarah islam dan tak lupa pula di bidang ekonomi islam karna sejatinya sejarah islam ini tak terpisahkan dengan ekonomi islam, dan semoga bermanfaat terkusus bagi penulis dan umumnya masyarakat yang telah membaca arikel ini (oleh:fiqrurrozi)



Share: