Melodi Stasiun Poris

Melodi Stasiun Poris

Haha
Mengapa berusaha menerka
Sungguh dia permata bukan khayalan
Biar kulukis dirinya

Membulat wajahnya
Tipis sedih goresan alis miliknya

Agak asing rasa seperti ini
Tentram tiap indra juga nyaman di batin
Gelap diatas kain merah aku dan dia
Menyaksikan pendar cahaya kotak di depan

Cemas menjangkau fikir
Berharap ia memberi tangan
Aku salah
Padahal jika
Akan kugenggam walau gemetar

Teramat siang berbagi cerita
Itu pasti kisah romansa
Sedih diantarnya saat langit menghitam
"Selamat malam selamat datang anda telah tiba di stasiun poris,Selamat jalan selamat sampai tujuan"

Gemetar aku sesak
Gemetar bibirku rapat
Membuncah aku gelisah
Kuhambur diriku menarik ia dalam pelukan
Sebentar saja
Sebentar tolonglah....

Mengapa aku menyayangimu?
Gerak langkahku cepat menjauh dan berhenti berbalik
Ia senyum tapi tak kudapati lagi saat berbalik kembali
Share:

4 Cara Penerapan Maqashid ‘Ammah dalam Ketentuan Ekonomi Syariah

4 Cara Penerapan Maqashid ‘Ammah dalam Ketentuan Ekonomi Syariah

Penerapan maqasid syariah ini merupakan penjabaran dari maqasid (tujuan) besarnya yaitu hifdzul mal (menjaga dan memenuhi hajat dan maslahat akan harta). Hifdzul mal tersebut juga menjadi rumpun kaidah dalam bidang muamalah, kaidah ini dijabarkan dengan maqasid ’ammah. Maqasid ‘ammah (tujuan-tujuan umum) adalah tujuan disyariatkan beberapa kumpulan hukum atau lintas hukum dalam ketentuan islam. Di antara maqasid umum tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Setiap Kesepakatan Harus Jelas
Setiap kesepakatan bisnis harus jelas diketahui oleh para pihak akad agar tidak menimbulkan peselisihan diantara mereka dan tidak ada unsur kebohongan. Ibnu Asyur menguatkan makna ini, dia  menjelaskan tentang menjaga kepercayaan muktasib (orang yang bekerja) dengan cara melindungi hartanya sebaik mungkin sebagaimana firman allah Swt :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (QS An-Nisa’[4]:29)
  1. Setiap Kesepakatan Bisnis Harus Adil
Di antaran prinsip adil yang berlaku dalam bisnis adalah kewajiban pelaku akad untuk menunaikan hak dan kewajibannya, seperti menginvestasikan dengan cara-cara yang baik dan profesional, menyalurkan dengan cara yang halal dan menunaikannya kewajiban dan harta yang diperintahkan, tidak menyepelekan sebuah kesepakatan.
Ibnu Asyur menjelaskan bahwa adil dalam bisnis itu adalah bagaimana berbisnis dan mendapatkan harta itu dilakukan dengan cara yang baik dan tidak menzalimi orang lain, baik dengan cara komersial maupun nonkomersial.
  1. Komitmen Dalam Kesepakatan
Allah Swt. Befirman,
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu......” (QS Al-Maidah [5]: 1)
Ayat ini menegaskan tentang kewajiban memenuhi setiap kesepakatan dalam akad, termasuk akad-akad bisnis. Karena setiap akad berisi hak dan kewajiban setiap peserta akad dan setiap kesepakatan bisnis akan berhasil itu ditentukan oleh komitmen peserta akad dalam memenuhi setiap kesepakatan akad.
  1. Ketentuan Akad-akad Syariah
Dalam teori akad-akad kepemindahan hak milik suatu harta itu ada 5 tujuan dalam ketentuan sah dan tidak sah akad tersebut dalam hukum syariah.
Kelima maqashid tersebut adalah distribusi (rawaj), jelas (wudhuh), terpelihara (hifdz), stabil (tsabat), dan adil (‘adl).

Ditulis oleh : Dzulham Fadillah
Share:

Persia sebelum Datangnya Islam

Persia Sebelum Datang Nya Islam
Imperium Persia berdiri membentang luas di seluruh negeri, membangun perradaban yang teguh, menyaingi kekuasaan romawi dalam menetapkan hukum dunia yang begitu luas. Peradaban mereka cemerlang pada masa pemerintahan sasaniyah sejak pertengahan kurun ke 3 sebelum masehi. Mereka unggul dalam bidang politik, dan ketatanegaraan serta peperangan, juga terlihat megah dalam kelapangan dan kemewahan hidup. Mereka juga mempunyai agama resmi yaitu Zoroaster, serta mendapat kemajuan di bidang adab dan hikmah yaitu bahasa fahlawiyah.
Di sisi akidah, pada zaman dahulu mereka menyembah Allah dan sujud kepada-Nya. Kemudian mereka menjadikan permisalan matahari, bulan, bintang, dan galaksi-galaksi di langit sebagai sesembahan, seperti generasi awal mereka. Kemudian muncullah Zarathustra (660-583 M) datang seolah membawa pencerahan pada masyarakat.
Zarathustra menunjukan pemikiran nya tentang perbaikan tujuan arah Negara yang beragama. Dia mengatakan “sesungguh nya cahaya Allah menjelma dalam setiap sesuatu yang berkilau dan menyala di alam dunia”. Dia memerintahkan menghadap matahari dan api ketika beribadah, karena cahaya merupakan perlambangan tuhan. Kemusian dia mengajarkan untuk tidak mengotori 4 unsur : api, udara, debu, dan air. Kemudian datanglah pendeta yang mengajak pengikut Zarathustra untuk mengikuti syariat yang bermacam-macam. Mereka mengharamkan menggunakan sesuatu yang ada hubungan nya dengan api, dan hanya boleh mencukupkan kebutuhan lewat pertanian dan perdagangan. Dari ritual penyembahan api ini, kemudian dijadikan lah api sebagai kiblat ritual ibadah dari berbagai tingkat golongan untuk menyembah nya. Dan selanjut nya mereka menjadi penyembah api dengan makna sebenarnya, lalu mereka membangun biara dan klenteng-klenteng serta menetang setiap keyakinan dan agama selain menyembah api.
Di sisi lain, dasar-dasar akhlak terombang-ambing tak beraturan, sejak masa yang sangat lama. Mereka tidak mengindahkan tatanan nasab kekerabatan. Sampai-sampai yazdajird II yang memerintah di ahir kurun ke 5 masehi menikahi putrinya dan membunuh nya. Bahram jubain yang berkuasa pada kurun ke 6, menikahi saudari nya sendiri. Dalam masalah ini, Dr Arthur Christensen, salah seorang dosen adab ketimuran di universitas Denmark mengarang khusus buku tentang sejarah iran, L’iran sous les sassanides. Dia mengatakan “para sejarawan masa kini pada zaman sasani, seperti jatahyas dan lain nya, meyakini adanya perkawinan penduduk iran dengan keluarga dekat mereka. Memang terbukti dalam sejarah sebuah contoh perkawinan tersebut. Perkawinan semacam ini bukanlah sesuatu yang di anggap tabu oleh penduduk iran. Bahkan di anggap sebagai perbutan baik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sepertinya seorang pengembara cina, hiuen tsang mengisyaratkan tentang adanya perkawinan ini dengan perkataan, ‘penduduk iran menikah tanpa ada pengecualian batas keluarga.”
Pada masa kurun ke 3 munculah seorang bernama Mani, yang kemunculan nya menolak keras pelepasan syahwat yang merajalela di negeri itu, lantas menggariskan jalan untuk memerangi syahwat liar, meyeru pada manusia untuk tidak menikah. Mengharamkan pernikahan, menganjurkan untuk memutus keturunan dan mempersiapkan diri untuk fana. Kemudian raja sasani di hiram membunuh mani pada (276). Raja sasani mengatakan  “dia ini telah keluar untuk menyeru pada keruntuhan dunia. Sudah menjadi kewajiban kami untuk menampakan keruntuhan diri nya sebelum dia mendapatkan situasi yang dikehendaki nya.” Maka, terbunuhlah mani tapi ajaran nya masih tetap hidup sampai sesudah penaklukan islam.
Hal itu sempat menjadi karakter ruh bangsa Persia dalam pengajaran Mani Al-Majhafah, menjadi syiar dan seruan mazadak (ahli filsafat Persia yang terkenal) yang lahir pada tahun 487 M. Dia mengumumkan bahwa manusia dilahirkan dalam kondisi yang sama, tak ada perbedaan yang diantara mereka . karena itu , sepatut nya mereka hidup sejajar dan tidak ada perbedaan diantara mereka, juga dalam masalah harta dan wanita yang jiwa cenderung untuk memelihara dan menjaganya. Menurut mazdak, harta dan wanita adalah sesuatu yang paling penting untuk dijadikan kepemilikan dan perserikatan bersama. Asy-syahrastani (seorang filsuf islam) mengatakan, “mereka menghalalkan wanita, membolehkan harta, dan menjadikan orang-orang berkumpul didalam nya sebagaimana perserikatan mereka dalam air, api dan rerumputan.
Itulah sekilas peradaban Persia yang begitu mendewakan kenikmatan ragawi dan selalu menyiapkan kekutan berperang serta aturan-aturan politik, mengkultuskan kerajaan, dan menyembah mereka diantara komunitas masyarakat dengan segala tingkatan nya.
Share: